MODERNITAS DAN POSMODERNITAS
Modernitas memang ditakdirkan lahir sebagai penakluk. Semangat kelahirannya adalah semangat pemberontakan, pemberontakan terhadap kekuasaan alam dan hegemoni agama. Dengan teknologi sebagai tulang punggung modernitas, alam pun meleleh dari keagungan misteriusnya selama berabad-abad. Alam bisa ‘ditelanjangi’ penemuan demi penemuan ilmiah yang secara gencar terus dilakukan. Manusia Eropa pun mulai menancapkan pengaruhnya ke seluruh dunia. Imperialisme berabad-abad dari abad ke-16 hingga tengah abad ke-20 adalah buah nyata modernitas.
Modernitas bukan hanya alat-alat teknis, tetapi juga nilai-nilai. Pada level subyek, ia menawarkan otonomi personal. Manusia modern adalah manusia yang merasa dirinya sebagai pusat, manusia yang tidak diatur tetapi mengatur sekelilingnya dengan data-data pengetahuan yang dimilikinya. ‘Saya berpikir, maka saya ada’, demikian kumandang Rene Descartes. Pada level obyek, positifisme adalah nilai pusat modernitas. Segala sesuatu, dalam pandangan modernitas, ada jika ia bisa diukur. Auguste Comte, dalam konteks ini, mendeklarasikan kematian metafisika. Sementara sebagai entitas sejarah, modernitas memandang dirinya sebagai titik kulminasi sejarah. Ia dengan demikian menjadi totaliter dan tidak menerima eksistensi the other. Dialektika historis-nya Hegel adalah bukti pandangan ini.
MODERNITAS DAN POSMODERNITAS Read More »